Kamis, 02 Mei 2013

TINGKAT KONSUMSI DAGING AYAM MASYARAKAT INDONESIA RENDAH

Krisis harga daging sapi yang terjadi di Indonesia membuat berbagai pihak angkat bicara. Krisis harga daging ini dikhawatirkan mempengaruhi konsumsi daging perkapita orang Indonesia. Secara umum, konsumsi pangan bergizi rata-rata masyarakat Indonesia masih rendah, padahal ini sangat penting untuk meningkatkan kecerdasan bangsa. Konsumsi protein hewani masyarakat saat ini baru mencapai 5,72 gram/kapita/tahun, yang berarti masih di bawah standar konsumsi gizi nasional yang 6,5 gram/kapita/tahun. Rendahnya pola konsumsi pangan bergizi ini akibat kurangnya pengetahuan, kebiasaan, serta rendahnya daya beli masyarakat.
Ketua Forum Masyarakat Perunggasan Indonesia (FMPI), Don P. Utoyo, di Jakarta (Rabu, 24/4), menjelaskan daging merupakan sumber protein hewani yang bermutu tinggi dan perlu dikonsumsi oleh anak-anak dan orang dewasa. Karena asam amino yang terkandung dalam daging dapat berfungsi untuk memperbaiki sel-sel tubuh yang rusak. Terkait rendahnya daya beli masyarakat, sebenarnya daging ayam atau telor masih banyak yang bisa menjangkaunya. Telor, misalnya, dibandingkan dengan sumber protein yang lainnya, relatif lebih murah dan lebih tinggi kandungan proteinnya.
Dijelaskan saat ini kesadaran masyarakat terhadap pentingnya mengonsumsi daging ayam dan telur bagi kesehatan, pertumbuhan serta kecerdasan anak-anak dan keluarga masih sangat rendah. Besarnya kandungan nutrisi pada ayam dan telur tersebut tentunya berpengaruh kualitas gizi yang diperoleh masyarakat terutama bila dikonsumsi sejak anak anak. Bila dibandingkan dengan Malaysia, konsumsi daging ayam Indonesia per kapita/tahun jauh lebih rendah. Indonesia per kapita/tahun hanya 7 kg, sedangkan Malaysia 40 kg per kapita/tahun. “Harus kita akui, memang masih rendah tingkat konsumsi daging ayam kita,” kata Don.
Meskipun masih rendah, Don memperkirakan tahun 2013 kebutuhan daging ayam naik sebesar 15,79% dibandingkan tahun 2012. Utoyo menyebutkan konsumsi daging ayam pada 2013 ini bisa mencapai 2,2 juta miliar ekor. Sedangkan konsumsi ayam pada tahun lalu sebesar 1,9 juta miliar ekor. Kenaikan konsumsi daging ayam ini karena kenaikan daya beli dari masyarakat. Utoyo tidak berani memastikan, apakah kenaikan konsumsi daging ayam dipicu mahalnya harga daging sapi. Yang pasti, kata Utoyo, kenaikan permintaan daging ayam membawa konsekuensi kenaikan harga daging ayam.
Dijelaskan, tahun 2011 Indonesia menempati urutan ke-124 dari 187 negara dalam hal tingkat konsumsi daging ayam berdasarkan data UNDP. Harga daging ayam di Indonesia relatif lebih mahal karena peternakan Indonesia belum mampu swasembada sehingga kebutuhan daging ayam masih diimpor. Negara dengan produksi ayam terbesar dikuasai Amerika, China, dan Brasil yang sudah ekspor 13 miliar ekor/tahun, sementara produksi ayam Indonesia hanya 2,5 juta ekor/tahun. Bandingkan dengan penduduk Indonesia yang mencapai 240 juta jiwa.
Indonesia tidak saja rendah dalam mengkonsumsi daging ayam, tetapi daging sapi juga. Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Anton Supit, mengatakan terkait masalah daging sapi, sebanyak 99,7% sapi dikuasai oleh peternak rakyat. Sehingga untuk mendapatkan sapi di Indonesia sedikit lebih sulit, terlebih prinsip peternak adalah menabung. Menurut Anton, peternak rakyat sifatnya menabung, sehingga menjadi sulit untuk segera mendapatkan sapi. Selain itu, yang harus diperbaiki adalah pola transportasi sapi untuk masuk ke Jawa. Menurut Anton, 60% populasi sapi di Indonesia berada di luar Pulau Jawa. Anton menilai tata niaga perdagangan perlu dikembalikan kepada Kementerian Perdagangan. “Tugas dari Kementerian Pertanian fokus pada masalah produksi saja tidak untuk perdagangan,” katanya.
(ST)
(sumber: http://www.businessnews.co.id)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar